Thursday, January 2, 2014

Sejarah Hijab di Indonesia



            Sejarah mengenai lahirnya jilbab dan siapa Muslimah yang pertama kali memakai jilbab di Indonesia belum diketahui secara pasti. Ranah mengenai sejarah pasti lahirnya dan perkembangan jilbab di Indonesia juga belum banyak tersentuh dan tidak banyak menjadi perhatian para sejarawan, peneliti sejarah ataupun mereka yang mengaku sebagai hijabers dan desainer dari hijab itu sendiri.
Diperkirakan sekitar tahun 1400 M atau 6 abad yang lalu sudah ada beberapa wanita yang berjilbab, yaitu : Sultanah Sri Ratu Nihrasyiah Rawangsa Khadiyu, yang memerintah kerajaan Samudera Pasai hingga tahun 1427 M, Sultanah Sri Ratu Safiatuddin Tajul Alam Shah Johan berdaulat yang memerintah Kerajaan Aceh Darussalam pada tahun 1641-1675, dan Sultanah Sri Ratu Zakiatuddin Inayat Syah yang memerintah tahun 1678-1688 M. Cara berkerudung mereka masih berupa selendang atau kain yang dijadikan sebagai penutup kepala.

Terdapat sebuah lukisan yang menggambarkan Ratu Nihrasyiah dan Ratu Safiatuddin yang keduanaya memakai baju lengan panjang dengan jilbab di kepalanya. Lukisan itu dibuat oleh pemerhati sejarah Aceh sekaligus pelukis kelaahiran Aceh Utara, Sayeed Dahlan Al Habsyi. Selain itu, terdapat sebuah buku yang berjudul “59 Tahun Aceh Merdeka Di bawah Pemerintahan Ratu”, halaman 206 yang ditulis oleh Muhammad Ali Hasjmi yang dianggap memperkuat lukisan Sayeed Dahlan. Di dalamnya, Hasjmi menerangkan bahwa dalam tahun 1092 H atau 1681 M (menurut catatan Muhammad Said tahun 1683 M), rombongan Syarif Mekkah ketika mendapat kesempatan menghadap Sutanah Sri Ratu Zakiatuddin Inayat Syah, merasa terkagum-kagum dengan pemandangan Banda Aceh yang cantik dan permai. Kekaguman mereka bertamabah ketika melihat para tentara pengawal istana terdiri dari prajurit-prajurit wanita yang semuanya mengendarai kuda. Pakaian dan hiasan kuda-kuda itu dari emas, suasa, dan perak. Tingkah laku dan pakaian mereka cukup sopan, tidak ada yang menyalahai peraturan agama Islam.
Peneliti sejarah Islam dari International Islamic University Malaysia (IIUM), Alwi Alatas, juga menerangkan hal yang sama. Ia menemukan ilustrasi pakaian wanita Aceh yang tertutup rapat. Buku Denys Lombard, Kerajaan Aceh Jaman Sultan Iskandar Muda (1607-1636), pada halaman 365 terdapat ilustrasi “an Achein woman” yang jilbabnya cukup rapat. Lombard menyebutkan bahwa gambar itu diambil dari Peter Mundy, tahun 1637, terang Alwi, Jum’at 19/04/2013.
Pada perkembangannya, sekitar tahun 1800-1900 an, sudah banyak kita dapati Muslimah yang sudah memakai jilbab secara tertutup. Mereka itu seperti, Nyai Achmad Dahlan beserta pengururs Nasyiatul Asiyah Muhammadiyah yang dikuatkan dengan foto-foto mereka dalam buku Api Sejarahnya Ahamd Mansur Suryanegara halaman 422 dan 424. Selain itu juga ada Cut Nyak Dhien yang dalam lukisan dan fotonya digambarkan mengalungkan sebuah selendang di lehernya yang diperkirakan selendang itu berfungsi sebagai kerudung. Tokoh Muslimah lain, yaitu Rahmah El Yunusiyah yang di dalam foto terlihat sangat menutup aurat dengan jilbab panjang dan baju yang tidak ketat. begitu pula Tengku Fakinah seorang mujahidah asal Aceh yang pada tahun 1873 turun dalam peperangan melawan agresi Belanda juga digambarkan sebagai wanita yang berjilbab.
Ada  juga orang-orang Sunda yang biasa memakai kerudung putih yang dilipat di atas kepala. Mereka menyebutnya dengan mihramah atau mihram yang awalnya  berasal dari bahasa Arab mahramah. (G.F.Pjiper, Fragmenta Islamica : Beberapa Studi Mengenai Sejarah Islam di Indonesia Awal Abad XX). Para pejuang muslimah Indonesia masih banyak yang tidak berkerudung pada saat itu jika dibandingkan dengan jumlah wanita yang berkerudung. Menurut Muhammad Isa Anshory, peneliti sejarah Pusat Studi Peradaban Isla (PSPI) Solo, hal ini karena masih sangat sulit untuk mengakses banyak kitab-kitab fiqh sedangkan fiqh yang dipakai pada saat itu tidak berkembang.
Sejarah mengani jilbab di Indonesia juga tidak terlepas dari sejarah perjuangan para wanita muslimah untuk menerapkan dan memakainya. Seperti yang pernah dilakukan oleh Rahmah El Yunusiyyah yang pada tahun 1935 mewakili kaum Ibu Sumatera Tengah untuk mengikuti Kongres kaum Perempuan di Batavia. Dalam kongres tersebut, ia memperjuangkan pemakain busana perempuan Indonesia yang hendaknya memakai kerudung. Selia itu, masih dalam kongres yang sama, ia juga berusaha memberikan ciri khas budaya Islam ke dalam kebudayaan Indonesia.
Peristiwa pencabutan hak untuk berjilbab oleh pemerintah pusat juga pernah terjadi di Indonesia. Peristiwa ini berawal dari para siswi berjilbab si SPG Negeri Bandung yang hendak dipisahkan pada lokal khusus. Mereka langsung memberontak atas perlakuan diskriminatif terhadap jilbab mereka. Melihat hal ini, ketua MUI Jawa Barat segera turun tangan hingga pemisahan itu berhasil digagalkan. Peristiwa ini terjadi pada tahun 1979. Kemudian, pada tanggal 17 Maret 1982, Dirjen Pendidikan Menengah, Prof.Darji Darmodihardjo, SH., mengeluarkan SK 052/C/Kep/D.82 tentang seragam sekolah nasional yang implementasinya berujung pada pelarangan jilbab di sekolah.
Pada saat itu memang tengah gencar-gencarnya penggusuran para pemakai jilbab dari sekolah. Para muslimah banyak yang hengkang dari studi demi konsisten unutk menjalankan syariat Islam. Mereka yang diusir dari sekolah karena jilbabnya sampai membawa perkara ini ke pengadilan. Bahkan, mengkin untuk pertama kalinya, keputusan tersebut berujung pada revolusi dan mengundang protes dari ribuan mahasiswa dan pelajar berjilbab di berbagai kota besar yang turun ke jalan. Sejak terjadinya gelombang revolusi tersebut, keluarlah SK Dirjen Dikdarmen No. 100/C/Kep/D/1991 untuk mencabut larangan tentang pemakaian jilbab sebelumnya oleh pemerintah pusat.


No comments:

Post a Comment